. September 2011 | ABA Istimewa

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

AUTISME: SEMBUH ATAU TIDAK SEMBUH??? PILIHAN DI TANGAN ANDA!!!


Autis-Autism-Autisme: Sembuh Atau Tidak Sembuh? Pilihan Di Tangan Anda!!!
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Autis-Autism-Autisme: Sembuh Atau Tidak Sembuh? Pilihan Di Tangan Anda!!! || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Selama saya kuliah di kedokteran ataupun sebagai dokter, baik dokter umum ataupun spesialis anak, saya selalu bertemu dengan orang-orangtua yang mengharapkan kesembuhan bagi anak-anak mereka.
Tidak pernah saya bertemu dengan satupun orangtua yang tidak mengharapkan kesembuhan bagi anaknya.
Untuk penyakit-penyakit yang berat sekalipun, orang-orangtua tersebut selalu mengharapkan kesembuhan. Bahkan untuk penyakit-penyakit yang menurut ilmu kedokteran saat itu/kini belum diketahui obat/pengobatannya dan atau yang secara statistik diketahui usianya tidak lama lagi, mereka tetap mengharapkan kesembuhan. Berbagai hal akan mereka usahakan, termasuk terapi alternatif maupun mengharapkan mukjizat.

Terus terang, saya baru-baru ini kaget luar biasa. Ternyata ada orangtua dari penyandang autisme yang berpendapat/menyatakan/meyakini bahwa autisme tidak bisa sembuh (walaupun umur anaknya baru sekitar 3 tahun).
Sungguh aneh. Tidak masuk dalam nalar saya.
Jika yang menyatakan hal tersebut bukan orangtua yang mempunyai anak autistik, mungkin bisa dimaklumi, oleh karena mungkin tidak ada simpati apalagi empati terhadap anak-anak autistik.
Namun jika yang menyatakan hal tersebut adalah orangtua dari anak autistik, wah, tidak habis pikir saya. Apakah mereka tidak mempunyai perasaan terhadap anak-anak mereka? Seakan-akan jadi sepertinya mereka tidak mengharapkan kesembuhan pada anak-anak mereka, atau sepertinya mereka mendoakan/mengharapkan anak-anak mereka tidak sembuh?

Pada orang-orangtua yang saya sebutkan di atas sebelumnya saja, mereka akan mengusahakan segalanya, bahkan mengharapkan mukjizat. Mengapakah pada orang-orangtua autistik yang saya sebutkan itu secara prematur memvonis anak mereka tidak bisa sembuh? Jadi sepertinya seakan-akan mereka mengharapkan/mendoakan ketidak sembuhan anak mereka. Padahal sudah diberitahukan bahwa harapan sembuh itu besar, dan sudah ditunjukkan jalannya untuk mencapai kesembuhan itu. Mengapa...???
Di samping itu, dengan mereka percaya/yakin bahwa anak mereka tidak akan sembuh, maka pastilah mereka tidak akan berusaha maksimal dan optimal.

Jadi, wahai orang-orangtua, apakah anak-anak autistik anda akan sembuh atau tidak? Pilihan ada di tangan anda.
Sedangkan saya memilih bahwa anak-anak autistik bisa sembuh. Autisme bisa sembuh/disembuhkan. Dan saya akan tetap berjuang serta membantu anak-anak autistik tersebut beserta orang-orangtua yang memang mau dibantu untuk kesembuhan anak-anak mereka.

Sekali lagi, apakah anak-anak autistik anda akan sembuh atau tidak? Pilihan ada di tangan anda!!!

Read more »

PEMILIHAN METODE TERAPI UNTUK AUTISME


Pemilihan Metode Terapi Untuk Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Pemilihan Metode Terapi Untuk Autisme || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Petunjuk/pedoman yang digunakan oleh ASA (Autism Society of America) dalam menilai suatu metode/cara terapi, yaitu: 
  1. Apakah terapi tersebut bisa membahayakan anak?
  2. Apa akibatnya jika terapi tersebut gagal?
  3. Apakah terapi tersebut telah terbukti secara ilmiah?
  4. Apakah pra-terapi ada prosedur (assessment) yang spesifik/jelas untuk menentukan kurikulum/program? 

Sedangkan petunjuk/pedoman dari NIMH (National Institute of Mental Health) bagi orangtua dalam menilai metode/cara/rencana terapi untuk anak mereka adalah:
  1. Berapa tingkat keberhasilan program tersebut pada anak-anak yang pernah diterapi?
  2. Berapa banyak anak yang akhirnya masuk ke sekolah reguler dengan metode tersebut?
  3. Apakah terapis telah mendapat pelatihan dan pengalaman untuk bekerja dengan anak-anak autistik?
  4. Apakah program terencana dan terorganisir?
  5. Adakah jadwal harian yang jelas?
  6. Apakah menggunakan program individual?
  7. Apakah ada penilaian jelas untuk mengukur kemajuan?
  8. Apakah anak mendapat aktivitas individual dan imbalan yang dapat memotivasi anak secara personal?
  9. Apakah lingkungan dirancang untuk meminimalisir distraksi (pengalih perhatian)?
  10. Apakah kurikulum/program memungkinkan untuk dilakukan juga di rumah?
  11. Apa komitmen penyelenggara terhadap kesembuhan?

Berbagai ragam tatalaksana pada anak terdapat/ditawarkan di seluruh dunia ini, yaitu misalnya ABA (Applied Behavior Analysis), Biomedical Intervention, speech therapy, sensory integration therapy, occupation therapy, dolphin therapy, PECS (Picture Exchange Communication System), Son-Rise, TEACCH, music therapy, craniosacral therapy, EEG-Neurofeedback, hyperbaric oxygen therapy, stem cell therapy, dlsb. Namun hanya ada 2 terapi utama (intervention of choice) untuk autisme, yaitu ABA (Applied Behavior Analysis) dan Biomedical Intervention.

Di antara berbagai metode yang ada untuk terapi dan edukasi penyandang autisme, maka ABA (Applied Behavior Analysis) lah yang telah sangat luas diterima sebagai metode yang efektif dan efisien, yaitu sebagai dikemukakan oleh:
  1. U.S. Public Health Service (1999): Mental Health: A Report of the U.S. Surgeon General states,“

Read more »

ANTIBIOTIK PADA AUTISME: KAWAN ATAU LAWAN???


Antibiotik Pada Autisme: Kawan Atau Lawan???
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Antibiotik Pada Autisme: Kawan Atau Lawan??? || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Salah satu hal yang menimbulkan masalah pada autisme adalah pemberian antibiotik.

Oleh karena anak-anak autistik umumnya mempunyai gangguan kekebalan, maka mereka sering mengalami infeksi. Di Amerika, infeksi yang sering terjadi pada mereka adalah infeksi telinga tengah (sedangkan di Indonesia penyakit infeksi yang umum adalah infeksi saluran napas atas seperti batuk-pilek dan radang tenggorok). Oleh karena itu mereka sering mendapat terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi tersebut.

Masalahnya, antibiotik yang diberikan tidak bisa khusus membunuh bakteri penyebab infeksi tersebut saja. Antibiotik yang dikonsumsi juga akan membunuh bakteri-bakteri yang ada di saluran usus, utamanya bakteri-bakteri “baik” yang lebih banyak mati, sedangkan bakteri-bakteri “jahat” dapat lebih bertahan. Kemudian “kekosongan” yang terjadi ini diisi oleh jamur (terutama golongan Candida), di samping itu bakteri-bakteri “jahat” kemudian lebih berkembang-biak dibandingkan bakteri-bakteri “baik”. Terjadi keadaan yang disebut sebagai disbiosis (overgrowth jamur dan bakteri).

Jamur yang tumbuh berlebihan akan merusak dinding usus, sehingga menyebabkan permeablitas usus meningkat, yaitu berbagai bahan yang normalnya tidak terserap oleh usus maka menjadi terserap. Bahan-bahan tersebut adalah peptida-peptida serta berbagai bahan yang dikeluarkan oleh bakteri/jamur/parasit agar supaya mereka dapat tetap bertahan hidup di saluran usus manusia (zat anti untuk melawan/menetralkan antibodi yang dikeluarkan oleh tubuh manusia untuk mematikan mereka), dlsb.
Berbagai bahan tersebut akan mengganggu kerja otak dan syaraf anak-anak autistik, sehingga menimbulkan berbagai gejala/masalah perilaku.

Oleh karena hal tersebut, maka ada orang-orangtua yang menjadi sedemikian anti terhadap pemakaian antibiotik terhadap anak mereka. Bahkan pernah terjadi di Indonesia, anak-anak tersebut penyakitnya memberat karena tidak diberi antibiotik, kemudian tidak tertolong lagi dan akhirnya meninggal dunia.

Jadi, jika anak-anak autistik mengalami penyakit infeksi, jangan ragu untuk memberikan antibiotik kepada mereka. Dan oleh karena telah kita ketahui kemungkinan komplikasinya, maka setiap pemberian antibiotik kepada mereka, harus juga diberikan obat (obat-obat) anti-jamur yang diberikan dengan dosis terapetik selama pemberian antibiotik, dan dilanjutkan 3-5 hari setelah antibiotik diberikan, kemudian diikuti dosis maintenance. Di samping itu, perlu diberikan juga probiotik (ekstra jika perlu) yang diberikan 2-3 jam setiap setelah pemberian antibiotik (untuk menghindari probiotik yang diberikan terbunuh oleh antibiotik yang diberikan).

Jadi, antibiotik adalah kawan, sepanjang kita tahu cara “menjinakkannya”.

Read more »

STEM CELL THERAPY (TERAPI SEL INDUK) PADA AUTISME


Stem Cell Therapy (Terapi Sel Induk) Pada Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Stem Cell Therapy (Terapi Sel Induk) Pada Autisme || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Istilah stem cell pertama kali dikemukakan pada tahun 1908 yang mempostulasikan adanya kemampuan berdiferensiasi pada sel-sel penghasil/pembentuk darah.
Stem-cell atau sel-induk yaitu sel yang belum berdiferensiasi dimana turunan-turunan selnya dapat terdiferensiasi (berubah) menjadi berbagai jenis sel (misalnya sel darah, sel syaraf, dlsb).
Penelitian stem cell sudah dimulai sejak tahun 1960an di University Of Toronto. Terdapat dua jenis stem-cell, yaitu embryonic stem cells dan adult stem cells (yang meliputi somatic stem cells dan cord blood stem cells yang didapat dari tali pusat atau plasenta bayi baru lahir).

Embryonic stem cell didapat dari embryo manusia yaitu sel-sel pada stadium blastocyst.
Sedangkan somatic stem cells (disebut juga adult stem cells) didapat dari jaringan manusia (anak maupun dewasa), yang dapat diambil dari sumsum tulang atau tali pusat.
Embryonic stem cell merupakan kandidat yang paling menjanjikan untuk terapi misalnya pada penyakit-penyakit stroke, trauma otak, learning disability, Parkinson, Alzheimer, infark jantung, buta, tuli, diabetes, trauma sumsum tulang belakang, dlsb.
Namun terdapat hambatan masalah etika untuk menggunakan embryonic stem cell ini, sedangkan penggunaan adult stem cells tidak menuai kontroversi seperti embryonic stem cell, oleh karena tidak melakukan perusakan (calon) embryo.
Di samping itu, adult stem cell bisa diperoleh dari sumsum tulang penderita itu sendiri, yang disebut sebagai autograft, sehingga tidak terdapat risiko penolakan dari tubuh.

Sumber adult stem cell yang cukup mencengangkan yaitu bisa didapat dari tunas gigi geraham ketiga mandibular, yang berpotensi multipotent maupun pluripotent, yang jika gigi tersebut terbentuk akan menjadi enamel (ectoderm), dentin, periodontal ligament, blood vessels, dental pulp, nervous tissues, termasuk paling tidak 29 organ akhir unik tertentu termasuk juga memproduksi sel-sel hati.
Karena sedemikian sangat mudahnya didapat pada anak umur 8-10 tahun sebelum terjadinya kalsifikasi, maka dapat merupakan sumber untuk diri sendiri, juga penelitian, dan berbagai terapi.

Tehnis pelaksanaannya, yaitu setelah didapat cukup stem cell dari pembiakan, kemudian stem cell tersebut disuntikkan ke dalam cairan sumsum tulang belakang (cairan serebrospinal) melalui pungsi lumbal.
Jika prosedur tersebut gagal dilakukan, alternatifnya adalah diinfuskan melalu pembuluh darah.

Dari yang sudah dilakukan, terlihat adanya perbaikan pada kognisi, bahasa, kontak sosial, kontak mata, koordinasi, motorik, dan kewaspadaan.
Namun biaya untuk melakukan terapi stem cell pada autisme ini cukup mahal, yaitu sekitar 9 ribu Euro (sekitar 110 juta rupiah).

Read more »

EPIDEMIOLOGI AUTIS-AUTISM-AUTISME


Epidemiologi Autis-Autism-Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Epidemiologi Autis-Autism-Autisme || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Jumlah penyandang autisme di seluruh dunia semakin tahun semakin meningkat. Dari kepustakaan pada awal tahun 90-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar 4-6 per 10.000 kelahiran.
Tetapi mendekati tahun 2000 angka ini mencapai 15-20 per 10.000 kelahiran.
Data pada tahun 2000, angka ini meningkat drastis yaitu sekitar 60 per 10.000 kelahiran atau 1 : 250 anak. Bahkan di beberapa kota di Amerika bisa mencapai 1 : 100 anak. Angka ini sudah dapat dikatakan sebagai wabah, oleh karena itulah di Amerika autisme sudah dimasukkan ke dalam national alarming.

Insidens dan Prevalens ASD (Autism Spectrum Disorder) adalah 2 kasus baru per 1.000 penduduk per tahun, dan 10 kasus per 1.000 penduduk (BMJ, 1997).
Jumlah penduduk di Indonesia lebih dari 237,5 juta (BPS, 2010) dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,14%. Sehingga diperkirakan jumlah penyandang autisme di Indonesia sekitar 2,4 juta orang, dan bertambah sekitar 500 orang penyandang baru tiap tahunnya.

Berbagai bukti menunjukkan bahwa jumlah penyandang ASD (Autism Spectrum Disorder) semakin bertambah secara dramatis pada tahun 1990an dan awal 2000an. Peningkatan ini selain memang jumlah penyandang autisme sebenarnya semakin bertambah, juga mungkin dipengaruhi oleh kewaspadaan masyarakat serta semakin membaiknya kemampuan diagnosis para dokter/profesional.

Kebanyakan penyandang autisme adalah laki-laki dengan perbandingan 4,3 : 1. Tidak ada perbedaan dalam hal status/latar belakang sosial, ekonomi, ras, etnik.
Tidak ada perbedaan distribusi penyandang autisme dilihat dari status sosial ekonomi orangtua. Autisme dapat terjadi pada anak dari orangtua yang kaya maupun miskin, yang pendidikan tinggi maupun rendah. Juga tidak ada perbedaan dalam hal ras/etnik orangtua.

Beberapa anak autistik mempunyai kelebihan, misalnya ada anak yang mampu menjawab hitungan yang rumit, ada yang mempunyai kelebihan dalam bidang kalender yaitu mampu menyebutkan dengan tepat hari pada suatu tanggal tertentu, dan lain sebagainya.
Namun IQ anak-anak autistik seperti halnya IQ anak-anak lain dalam populasi normal, yaitu ada yang IQ nya rendah, ada juga yang tinggi, namun umumnya mempunyai IQ dengan ukuran rata-rata.
Namun tentunya IQ anak autistik yang belum mendapat intervensi/terapi yang tepat dan benar, tentulah belum menunjukkan potensi yang sebenarnya. Barulah setelah anak mendapat intervensi/terapi yang tepat dan benar, terlihat “peningkatan” IQ mereka sampai akhirnya tercapai potensi yang sebenarnya.
Sehingga dulu sekali, dikatakan bahwa 70% penyandang autisme mempunyai IQ yang tergolong dalam retardasi mental, yang kemudian ternyata hal tersebut tidak benar oleh karena alasan yang sudah disebutkan di atas.

Pertanyaan yang sering diajukan oleh orangtua yang telah mempunyai anak autistik, yaitu bagaimana kemungkinannya jika mereka ingin mempunyai anak lagi.
Dari berbagai kepustakaan, ternyata jika orangtua telah mempunyai anak autistik, maka kemungkinan adiknya juga autistik adalah berkisar dari 2-3 s/d 8-9 %. Yaitu maksudnya, jika 100 keluarga telah mempunyai anak autistik, maka kemungkinan ada 9 keluarga yang anak berikutnya adalah juga autistik. Kadang ditemui orangtua yang semua anaknya adalah autisme (bahkan sampai keempat-empatnya).
Dan angka ini meningkat sampai 50% jika ada sindrom rapuh-X (fragile-X syndrome). Kalaupun anak berikutnya tidak autistik, maka akan terdapat 15% yang mengalami bentuk gangguan lain, yaitu antara lain retardasi mental, ketulian, dan gangguan belajar (learning disability).
Jika salah satu orangtua autistik, maka anak mereka juga autistik sebesar 46%. Jika anak kembar 1 telur, maka 100% keduanya autistik, tetapi jika kembar 2 telur maka 96% keduanya adalah autistik.

Read more »

AUTIS-AUTISM-AUTISME DARI MASA KE MASA (1)


Autis-Autism-Autisme Dari Masa Ke Masa
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Autis-Autism-Autisme Dari Masa Ke Masa || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Istilah/kata autism pertama kali digunakan oleh seorang psikiater Swiss yang bernama Eugene Bleuler, yang pada tahun 1908-1911 mengamati adanya suatu ciri tertentu pada penderita skizofrenia dewasa yang ia sebut sebagai autism yang berasal dari kata bahasa Yunani yaitu autos yang berarti sendiri, yang merupakan suatu istilah yang mencirikan bahwa seseorang menarik diri dari interaksi sosial dengan lingkungannya sehingga mereka seolah-olah hidup di dunia sendiri.

Gangguan kejiwaan berupa skizofrenia hanya terjadi/timbul pada orang dewasa atau remaja saja. Namun pada tahun 1938-1943, Leo Kanner di Universitas John Hopkins (Amerika Serikat) memperhatikan adanya ciri autism pada 11 orang anak yang tidak bisa melakukan kontak dengan orang di sekitarnya bahkan sejak usia 1 tahun, sehingga disebut sebagai infantile-autism (autisme infantil).
Oleh karena itulah, sejak tahun 1940an sampai dengan tahun 1960an autisme disalah-sangkakan sebagai gangguan/masalah/kelainan jiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak.
Sehingga dengan demikian juga asal-muasal dulunya autisme ditangani oleh dokter spesialis jiwa. Maka penanganannyapun saat itu seperti juga penanganan terhadap penderita kelainan jiwa saat itu, seperti misalnya dirawat di rumah sakit jiwa dengan terapi kejut listrik, dlsb.
Oleh karena sekarang diketahui bahwa autisme adalah merupakan gangguan perkembangan, maka yang lebih tepat autisme ditangani oleh dokter spesialis anak.

Pada tahun 1944, Asperger seorang ilmuwan Jerman juga mengidentifikasi kondisi seperti yang digambarkan oleh Kanner namun dalam bentuk yang lebih ringan, yang sekarang dikenal sebagai sindrom Asperger. Dulu Asperger memberi istilah autistic psychopathy.

Pada tahun 1944, Bruno Bettleheim mengajukan teori refrigerator mother, yaitu seorang anak menjadi autistik oleh karena dalam awal masa kehidupannya tidak mendapat cukup stimuli dari ibunya yang tidak responsif terhadap anak mereka.

Sejak tahun 1980an sampai tahun 1990, dilakukan sangat banyak penelitian terhadap penyebab, prognosis dan terapi autisme. Dari penelitian diperkirakan bahwa autisme merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan/kerusakan pada gen, yang menyebabkan masalah otoimun ataupun penyakit degeneratif pada sel-sel saraf di otak.

Buku Diagnostics and Statistics Manual of Mental Disorder (DSM) merupakan standar diagnosis autisme di Amerika Serikat.
Pada edisi pertama (DSM-I) yang terbit pada tahun 1952, walau autisme sebenarnya sudah diketahui sebagai kondisi yang unik pada tahun 1943, namun tidak dicantumkan sebagai kelainan tersendiri pada DSM-I ini, melainkan dikategorikan ke dalam jenis reaksi skizofrenik pada masa kanak-kanak (schizophrenic reaction, childhood type).

Pada DSM-II yang terbit tahun 1968, autisme juga masih dikategorikan sama seperti pada DSM-I tersebut.
Barulah pada DSM-III yang terbit pada tahun 1980, autisme diletakkan dalam kategori diagnostik yang tersendiri, namun masih disebut sebagai infantile autism.
Kemudian disadari bahwa autisme ini bukan merupakan kelainan jiwa (skizofren) yang terjadi pada masa kanak-kanak, sehingga pada tahun 1987 kata infantile dihilangkan, dan diganti menjadi autistic disorder.

DSM-IV yang diterbitkan pada tahun 1994 menambahkan kategori PDD (Pervasive Developmentel Disorder) dan beberapa subtipenya, yang sekarang dikenal sebagai ASD (Autistic Spectrum Disorder).
Sebagai tambahan pada autistic disorder, diagnosis mungkin juga dikategorikan pada Aspreger’s Disorder, Rett’s Disorder, Childhood Disintegrative Disorder, and Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS).
Pada tahun 2000, diterbitkan DSM-IV/TR (Text Revision).

DSM-V direncanakan akan diterbitkan pada tahun 2013.

Read more »