. APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS (ABA/LOVAAS) UNTUK AUTISME | ABA Istimewa

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS (ABA/LOVAAS) UNTUK AUTISME

Applied Behavior Analysis (ABA/Lovaas) Untuk Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Applied Behavior Analysis (ABA/Lovaas) Untuk Autisme || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia ABA (Applied Behavior Analysis) yaitu suatu ilmu perilaku terapan untuk mengajarkan dan melatih seseorang agar menguasai berbagai kemampuan yang sesuai dengan standar yang ada di masyarakat.
Penggunaan ABA tidak hanya terbatas pada autisme saja, tetapi sangat luas diterapkan dalam berbagai bidang, yaitu misalnya olahraga, manajemen, pendidikan, vocational-skill (keterampilan misalnya dalam melatih pilot pesawat terbang), dlsb.

Dasar-dasar ABA sudah dikembangkan sejak mulai 1 abad yang lalu, dan melalui berbagai penelitian yang luas dan banyak sekali.
ABA untuk penyandang autisme pertama kali diterapkan oleh Prof. Ole Ivaar Lovaas (meninggal dunia pada 2 Agustus 2010 dalam usia 83 tahun) di UCLA (University of California, Los Angeles) pada tahun 1962.
Kemudian beliau mempublikasikan hasilnya pada tahun 1967 dan berbagai publikasi penelitian-penelitian lainnya pada tahun-tahun berikutnya. Publikasi monumental ini menyebabkan ABA dikenal juga sebagai Metode Lovaas.

Sejak itu sampai sekarang, tehnik-tehnik maupun kurikulum ABA untuk penyandang autisme sudah sangat dikembangkan oleh para ahli maupun praktisi ABA, dengan melalui berbagai penelitian dan penerapan, sehingga membuahkan hasil yang menakjubkan dalam terapi autisme.
Oleh karena itulah ABA sangat direkomendasikan oleh NYSDOH (New York State Department Of Health, 1997) dan US Department Of Health (1999), serta AAP (American Academy Of Pediatrics, 2007).

Kelebihan ABA untuk penyandang autisme antara lain (tapi tidak terbatas pada ini saja), yaitu kurikulum yang sistematik, terstruktur dan terukur.
Sistematik yaitu terapi dimulai dari tingkat kemampuan anak saat assessment (penilaian/pemeriksaan) dibuat, dan apakah prasyarat untuk mengajarkan/melatih aktivitas/program/kurikulum bersangkutan sudah dikuasai oleh anak, bila belum maka diajarkan/dilatih terlebih dahulu prasyaratnya.
Kemudian, setelah suatu aktivitas dikuasai, dilanjutkan dengan aktivitas berikutnya yang sudah jelas urutan-urutan/tahapannya sampai program/kurikulum berakhir/selesai yaitu anak masuk ke dalam mainstreaming (yaitu anak masuk sekolah reguler, berkembang seperti anak lain sepantarannya, dan kemudian bisa hidup mandiri di masyarakat).
Terstruktur, yaitu dalam mengajarkan/melatih suatu aktivitas/program/kurikulum, digunakan berbagai teknik terapan (misalnya DTT, DT, EO, dlsb) yang telah diteliti dan dikembangkan oleh para ahli dan praktisi ABA.
Terukur, yaitu digunakan lembar penilaian sehingga kita semua bisa dengan yakin mengatakan bahwa seorang anak telah bisa/menguasai suatu aktivitas/program/kurikulum ataukah belum.

Pada berbagai penelitian, didapatkan bahwa anak-anak autistik yang diterapi dengan ABA mengalami kemajuan yang pesat dan signifikan dalam hal IQ, bahasa, kemampuan akademik, dan perilaku adaptif maupun perilaku sosialnya.
Bahkan pada suatu penelitian, beberapa anak “mantan autistik” yang telah diterapi dengan ABA, dicampur (diikut sertakan) dengan anak-anak yang lain yang tidak pernah mengalami gangguan perkembangan apapun, kemudian dilakukan tes oleh para ahli.
Ternyata anak-anak “mantan autistik” yang telah diterapi dengan ABA tersebut tidak dapat dibedakan dengan anak-anak lainnya yang tidak pernah mengalami gangguan perkembangan apapun dalam hal IQ, bahasa, kemampuan akademik, dan perilaku adaptif maupun perilaku sosialnya.

Di Indonesia, banyak orang-orang/terapis-terapis dan tempat-tempat terapi yang mengatakan menggunakan ABA, namun ternyata bukan ABA sebenarnya atau bisa dikatakan sebagai ABA-ABA-an, ataupun ternyata banyak salahnya. Sehingga ada orang-orang yang mengemukakan bahwa ABA tidak berhasil, padahal mereka merujuk pada orang-orang/terapis-terapis atau tempat-tempat terapi yang demikian itu, sehingga sepatutnyalah bahwa kesalahan itu tidak ditudingkan kepada ABA.

Ada juga orang-orang dan tempat-tempat terapi yang menggunakan istilah yang salah, yaitu Behavior Therapy (BT) dan Behavior Modification (BM).
Itu menandakan ketidaktahuan mereka, oleh karena BT digunakan untuk menterapi perilaku patologis, ump. fobia, depresi, ansietas, chronic pain dlsb.Jadi bukan untuk menterapi autisme.
Sedangkan istilah Behavior Modification (BM) merupakan istilah kuno (lama/jadul). Yaitu, dalam perkembangan ilmu perilaku yang bersumber dari Operant Conditioning (Skinner, 1938) dan Respondent Conditioning/Conditioned Reflex (Pavlov, 1989, 1927), dengan melalui berbagai perkembangan, akhirnya menjadi Behavior Modification (Watson, 1962; Ullman