. BIOMEDICAL INTERVENTION THERAPY UNTUK AUTISME | ABA Istimewa

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

BIOMEDICAL INTERVENTION THERAPY UNTUK AUTISME

Biomedical Intervention Therapy Untuk Autisme
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Biomedical Intervention Therapy Untuk Autisme || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Biomedical Intervention adalah ilmu medis/kedokteran yang menterapi/memperbaiki masalah nerobiologis dan biokimiawi yang terdapat pada autistik.
Autisme diyakini penyebabnya yaitu mempunyai dasar genetik dan dipicu oleh faktor lingkungan Faktor genetik ini mengakibatkan banyak hal, misalnya masalah/gangguan enzym, imunologi, dlsb.
Gangguan/masalah imunologi ini menyebabkan a.l. anak jadi sering/mudah sakit sehingga sering mendapat antibiotik. Antibiotik ini akan membunuh "bakteri baik" di saluran usus, sehingga terjadi overgrowth (tumbuh berlebihan) "bakteri jahat" dan jamur yang akan merusak dinding usus sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai leaky gut syndrome.
Leaky gut syndrome menyebabkan berbagai bahan yang ada di saluran usus yang normalnya tidak diserap akan terserap yang kemudian mengganggu kerja otak dan syaraf.

Biomedical Intervention sebenarnyalah bukan merupakan merupakan ilmu baru, melainkan merupakan gabungan dari berbagai cabang ilmu kedokteran mainstream, seperti misalnya toksikologi, nerologi, imunologi, gastroenterologi, hepatologi, biokimia, dlsb.
Karena berbeda dengan penyakit-penyakit lain umumnya, yang hanya melibatkan terapi tunggal (umpamanya tifus hanya melibatkan pengobatan yang tertentu/terbatas saja), oleh karena kelainan yang terdapat pada sistem nerobiologis pada anak adalah kelainan yang multi-facet yang meliputi hampir seluruh sistem tubuh yang ada.
Pemberian obat-obat dan suplemen-suplemen pada Biomedical Intervention, ditujukan untuk mengobati/mengatasi masalah yang ada pada sistem nerobiologisnya, yaitu yang meliputi hampir seluruh sistem tubuh yang ada, misalnya sistem gastrohepatointenstinal, sistem detoksifikasi, sistem syaraf pusat (otak), dlsb.

Biomedical Intervention, terdiri atas restrictive-diet, medikamentosa (obat-obat), dan suplemen.
Diet dilakukan terhadap berbagai makanan/bahan makanan apapun yang diketahui mempunyai efek yang tidak baik pada anak. Diet utamanya terhadap susu dan terigu yang disebut CFGFSF (Casein-Free, Gluten-Free, Sugar-Free) diet. Hal ini berdasarkan oleh karena terdapat masalah genetik pada penyandang autisme, maka protein casein dari susu dan bahan gluten dari terigu tidak seluruhnya dicerna secara sempurna.

Protein casein dari susu yang berupa rangkaian dari asam-asam amino normalnya dipecah habis sehingga menjadi 1 cincin asam amino saja. Namun pada penyandang autisme banyak yang masih terdiri dari 2/3/lebih asam-asam amino, yang disebut sebagai peptida (peptide) yaitu dipeptida, tripeptida, dst.

Normalnya peptida-peptida ini tidak diserap oleh usus oleh karena merupakan molekul yang relatif besar dibandingkan “pori-pori” usus. Namun pada penyandang autisme, terjadi kerusakan pada dinding usus yang disebabkan oleh air raksa (merkuri) dari pengawet vaksin, ataupun karena virus campak dari vaksin Campak/MMR, ataupun karena terjadinya overgrowth (pertumbuhan berlebihan) pada jamur, maka terjadi suatu kondisi yang disebut hiperpermeabilitas (peningkatan permeabilitias/daya serap usus).
Hal ini bisa kita ibaratkan dengan saringan santan. Normalnya parutan kelapa tidak dapat menerobos saringan, tetapi hanya santannya saja yang bisa lewat. Namun jika terjadi pelebaran pada lubang-lubang saringan tersebut, maka banyak parutan kelapa yang juga ikut melalui saringan tersebut.

Sehingga pada penyandang autisme, peptida-peptida ini menjadi terserap oleh usus, kemudian mengikuti aliran darah dan mencapai otak.
Di otak terdapat berbagai reseptor, antara lain reseptor morfin. Reseptor ini ibarat sarang kunci kontak mobil, dimana anak kunci yang cocok akan dapat masuk dan men-start mesin mobil tersebut. Begitu juga dengan morfin, mereka akan memasuki reseptor-reseptornya dan menyebabkan efek/gejala morfinis. Nah, peptida-peptida yang berasal dari casein susu dan gluten terigu “bentuknya” serupa dengan “anak-kunci” morfin (seperti anak kunci palsu/duplikat), sehingga peptida-peptida ini bisa menempati/memasuki reseptor morfin dan menimbulkan gejala seperti mengkonsumsi morfin.
Oleh karena itu peptida yang berasal dari protein casein susu disebut caseomorphin, dan yang berasal dari glutein terigu disebut gluteomorphin, dan mereka dapat dideteksi dari urin penyandang autisme yang mengkonsumsi susu dan terigu, seperti layaknya tes yang dilakukan pada pengunjung diskotik saat razia oleh polisi/BNN.

Oleh karena itulah pada penyandang autisme perlu dilakukan diet CFGF (Casein-Free, Gluten-Free), yaitu mereka sama sekali tidak boleh mengkonsumsi susu dengan segala produknya (keju, yoghurt, dll) serta terigu dengan segala produknya.
Diet ini harus dijalankan secara ketat, harus 100 persen tanpa susu dan terigu, tidak boleh ada “kebocoran” sedikitpun atau sekali-sekalipun, baik yang disengaja maupun “kontaminasi” (sneaky) dari bahan makanan lain.

Di samping CFGF diet, anak juga perlu diet gula (Sugar-Free) yaitu tidak diberikan gula dalam bentuk murni atau dalam makanan/minuman dari sumber apapun (gula pasir, gula Jawa/aren/kelapa, sirup, madu, sari kurma, dlsb).
Masalahnya dengan pemberian gula ini (disakarida/polisakarida), yaitu adanya sisa-sisa gula dalam saluran perncernaan yang tidak terserap oleh usus, dan yang kemudian menjadi makanan/”pupuk” bagi jamur, sehingga jamur tumbuh berlebihan yang akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut sebagai leaky-gut syndrome, yaitu meningkatnya permeabilitas (daya serap) usus, sehingga bahan-bahan yang seharusnya tidak terserap menjadi terserap (termasuk produk-produk/toksin dari jamur, bakteri, dan parasit) yang akan mengganggu kerja syaraf/otak. Di samping itu juga terbentuk gas-gas yang akan menyebabkan anak menjadi kembung serta adanya colicky-pain.

Jadi, restrictive-diet bagi penyandang autistik tidak hanya CFGF, tetapi lengkapnya adalah CFGFSF diet (Casein-Free, Gluten-Free, dan Sugar-Free).
CFGF harus mutlak 100%, atau dengan perkataan lain tidak ada sama sekali (0%) yang dikonsumsi, tidak boleh diet ini “bocor” walaupun hanya sesekali atau seminggu sekali. Hal ini disebabkan oleh karena efek/pengaruh dari “kebocoran” susu/terigu akan berlangsung panjang, yaitu pada susu bisa mencapai 4-6 minggu, sedangkan pada terigu bisa mencapai 6-8 minggu.
Jadi, jika kebocoran pada minggu ini, maka efek/pengaruhnya akan berlangsung 4-6/6-8 minggu kemudian. Untuk minggu berikutnya dan minggu-minggu berikutnya maka efek/pengaruh akan lebih memanjang lagi,
Itulah sebabnya, banyak orangtua yang rasanya telah menterapkan diet pada anaknya namun karena ada kebocoran-kebocoran ini, sehingga efek/pengaruh susu/terigu tetap ada sepanjang tahun. Sehingga mereka merasa (hampir) tidak ada bedanya antara diet dengan tidak diet sebelumnya, karena dietnya adalah “diet” (dalam tanda petik) sehingga tidak-diet dibandingkan dengan “diet”, atau lebih tepatnya bahwa tidak-diet dibandingkan dengan “tidak-diet”, ya pastilah (hampir) sama saja.

Selain CFGFSF Diet tersebut, anak juga harus berpantang terhadap semua makanan/bahan makanan apapun yang diketahui tidak boleh dikonsumsi dan atau mengganggu/merusak sistem nerobiologisnya ataupun memperlihatkan efek masalah perilaku, baik yang diketahui dengan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan maupun diketahui dari hasil diet rotasi dan eliminasi.

Penelitian-penelitian yang dilakukan pada autisme menghasilkan temuan adanya abnormalitas pada pola dan disfungsi metabolisme, yang meliputi:
  1. Disfungsi sistem pencernaan yaitu antara lain konstipasi, diare, refluks, peningkatan permeabilitas, penurunan produksi enzim (termasuk DPP IV), abnormalitas mikroflora;
  2. Nero-inflamasi (aktivasi neroglial, penurunan aliran darah pada beberapa bagian otak, abnormalitas ukuran otak;
  3. Gangguan hormonal yaitu antara lain peningkatan produksi kortisol, gangguan serotonin serta dopamin;
  4. Stres oksidatif yaitu antara lain penurunan methionine dan pertanda-pertanda lainnya yang menunjukkan terjadi penurunan kapasitas metilasi, peningkatan homocysteine, penurunan glutation, peningkatan peroksidasi lipin, penurunan kadar B12, dlsb;
  5. Disfungsi mitokondrial yaitu antara lain penurunan kadar carnitine serta peningkatan laktat.

Berbagai usaha untuk menormalisasi/mengatasi masalah-masalah tersebut berdasarkan data-data yang didapat pada individu-individu penyandang autisme, telah menghasilkan perbaikan pada bicara, perilaku, kognisi, perhatian, kesehatan secara umum, dlsb. Dan banyak dari mereka yang mencapai tingkatan yang dapat dikatakan sebagai sembuh. Namun memang dibutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk melaksanakan Biomedical Intervention ini.