. LIE TO ME (BOHONGILAH AKU) | ABA Istimewa

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

LIE TO ME (BOHONGILAH AKU)

Lie To Me (Bohongilah Aku)
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Lie To Me (Bohongilah Aku) || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Sangat menarik mempelajari ilmu perilaku manusia, apalagi dalam hal bohong.
Mungkin dulu kita hanya mengenal bahwa terdapat 25 tanda kebohongan pada lelaki dan 15 pada wanita (waduh, jadi artinya dibandingkan wanita maka lelaki relatif lebih mudah diketahui jika berbohong).

Namun dengan berkembangnya ilmu, maka saat ini diketahui banyak sekali berbagai tanda kebohongan. Bahkan tanda-tanda kebohongan pada muka saja paling tidak ada 3.000 buah, belum lagi dengan gesture, misalnya adanya asymetrical axis, seperti contohnya ketika President Clinton di mimbar melakukan penyangkalan dengan mengatakan “I never have sex relation with miss Lewinsky”. Nah, terdapat gestur yang asimetrik, yaitu sang presiden tersebut menggerak-gerakkan tangannya dengan jari telunjuknya ke arah kanan, sedangkan pandangannya ke arah kiri. Seperti juga yang dibahas pada film semi-dokumenter Lie To Me yaitu The Lightman Group yang bekerja sama dengan FBI, ataupun film dokumenter Science and Lie, dan juga Lie Lab, dll.

Untuk dapat mendeteksi kebohongan, yang penting adalah pertanyaan yang tepat, begitu diutarakan oleh Doktor Cal Lightman. Namun bisa saja itu hanya muncul dalam “fraction of second”, mungkin hanya sekilas saja. Jadi, sungguh menarik ketika memperhatikan Bapak Hendropriyono yang diwawancarai pada acara Sentilan Sentilun di Metro TV, dimana ekspresi wajahnya berbicara jauh lebih banyak daripada kata-kata yang diucapkannya. Bahkan ekspresi tersebut bisa bertahan paling tidak 1-2 detik. Sangat mengherankan, oleh karena beliau adalah mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara). Ataukah itu juga merupakan kemampuan intelijennya untuk disinformasi? Wallahu alam.

Kemudiannya, jadi sungguh menarik memperhatikan ekspresi dan gerakan tubuh para orang maupun tokoh nasional yang muncul di televisi, wah si anu dan si itu patut dicurigai berbohong.
Jadi, agak mengherankan juga ketika seorang pakar psikologi dari Universitas Indonesia yang dimintai pendapatnya di Metro TV tentang ekspresi Gayus Tambunan saat mendengarkan vonis, yaitu sang pakar tersebut tidak mampu menangkap suatu tanda apapun.
Padahal jelas terlihat, saat hakim menyebutkan vonis 3 tahun penjara, maka terlihat helaan nafas dari Gayus Tambunan yang tampaknya merasa lega. Entah lega karena divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa, ataukah lega karena sesuai seperti yang sudah “diketahui” sebelumnya oleh ybs, atau hal lainnya.
Namun lebih menarik lagi, yaitu setelah helaan nafas lega tersebut, terjadilah beberapa kali tarikan nafas yang memburu, yang merupakan tanda dari perangsangan saraf simpatik, yang menandakan respons fight or flight, seakan-akan berkata “awas lho”, entah apa atau terhadap siapa, tetapi mungkin bisa dikaitkan dengan pernyataan Gayus Tambunan pada konferensi pers setelah usai sidang tersebut.

Namun, ada juga orang-orang yang penampilannya tanpa ekspresi, yang diistilahkan sebagai poker-face, sehingga hal tersebut menjadikan orang sulit mendeteksi saat ybs berbohong.
Tetapi selain di satu sisi bisa menguntungkan ybs, namun di sisi lain hal tersebut bisa merugikan. Sebagai contoh saat Presiden SBY yang tanpa ekspresi (seperti biasanya) mengatakan bahwa gajinya belum pernah naik selama 6-7 tahun ini. Nah, orang jadi salah tangkap, yaitu dikatakan bahwa SBY mengeluhkan gajinya, padahal kan mungkin sebenarnya beliau ingin mengatakan bahwa tidak naikpun tidak apa, tidak masalah bagi beliau.

Namun walaupun poker-face, tetap saja masih bisa dideteksi dari hal yang lain, seperti misalnya saat beliau membatalkan keberangkatan ke Belanda. Kemudian sebelum menunda konferensi pers untuk memberi kesempatan tataletak mikrofon-mikrofon, terlihat tanda-tanda kegelisahan/kecemasan (jika tidak boleh dikatakan ketakutan). Dan saat beliau beranjak untuk menunda konferensi pers, beliau berbincang sekilas dengan Wapres Budiyono, namun sayangnya gerakan tangan dan gesturenya hanya mencerminkan “I am a boss” bukannya “I am the boss”.

Ada lagi masalah dengan poker-face pada seorang petinggi di masa lalu. Konon kabarnya terjadi masalah besar dalam keluarga sang mantu/besan. Kemudian sang boss klan tersebut berkata singkat dengan wajah dinginnya, “bereskan saja”, sehingga menyebabkan hilangnya nyawa seorang mantan peragawati. Padahal maksud sang bos adalah memang benar-benar agar dibereskan dengan cara baik-baik saja, namun diterjemahkan lain oleh orang-orang di sekitarnya, begitu konon katanya.

Jadi, lain kali, jika anda akan berbohong, ingatlah bahwa terdapat banyak sekali tanda kebohongan yang bisa “dibaca” oleh orang-orang di sekitar anda ataupun orang lainnya.