. PERCERAIAN PADA KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTISTIK | ABA Istimewa

Google Translate

Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch

PERCERAIAN PADA KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANAK AUTISTIK

Perceraian Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Autistik
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI
(Dokter Spesialis Anak. Konsultan Ahli Autisme, Applied Behavior Analysis, dan Biomedical Intervention Therapy)
Perceraian Pada Keluarga Yang Mempunyai Anak Autistik || gambar foto terapi intervensi dini autis autism autisme metode applied behavior analysis aba lovaas biomedical intervention liza rudy sutadi jakarta indonesia Dari suatu penelitian jangka panjang yang mengikuti 406 keluarga yang mempunyai anak autistik sampai dengan tahun 2004, didapatkan bahwa angka perceraian tinggi sampai dengan anak berusia 8 tahun, setelah itu menurun. Namun ancaman perceraian tetap berlanjut, yaitu didapatkan bahwa angka perceraian tetap jauh lebih tinggi dibanding orangtua yang tidak mempunyai anak autistik ataupun jika dibandingkan dengan orangtua yang mempunyai ABK (anak berkebutuhan khusus) lainnya, yaitu paling tidak 1 dari 5 keluarga akan mengalami perceraian.

Suatu penelitian lainnya lagi menunjukkan bahwa salah satu hal tersering yang menjadi penyebab perceraian pada orangtua yang mempunyai anak autistik, adalah kekurang/ketidak mampuan dari salah satu orangtua atau keduanya dalam mengatasi stress yang tinggi dan berkelanjutan terhadap adanya anak autistik, yang bersumber antara lain karena adanya kekuatiran masa depan anak, merasa terasing di dunia ini, tidak mampu menangani anak, masalah/tekanan ekonomi dan keuangan untuk biaya terapi, terjebaknya dalam satu fase penyesuaian (coping mechanism), kurangnya waktu untuk diri pribadi sendiri, reaksi dari saudara kandung anak autistik serta anggota keluarga lainnya, dan lain sebagainya.

Oleh karena berbagai hal tersebut, akan terjadi kerapuhan hubungan antara suami-isteri, ataupun memperparah kerapuhan atau bibit-bibit kerapuhan yang sebenarnya sudah ada. Hal yang sering terjadi adalah adanya orang ketiga atau bahkan ketiga dan keempat, yaitu adanya pria/wanita lain atau keduanya (pria dan wanita) yang masuk ke dalam kehidupan suami/istri/keduanya, yang mungkin dimulai dengan curhat serta perhatian serta kedekatan dan kehangatan yang tidak didapat dari suami/istri mereka.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, sebenarnya sudah ada pegangannya, yaitu larangan ALLAH SWT untuk jangan mendekati zinah, yaitu dengan menutup jalan ke arah itu, yaitu dengan menjaga pandangan serta kemaluan. Selain itu, jangan berduaan (berkhalwat) oleh karena akan menjadi bertiga dengan setan yang akan menggoda serta telah berhasil menggelincirkan jutaan/miliaran manusia sejak jaman Adam a.s.

Ingatlah seperti kata bang napi setiap selesai suatu acara berita di satu stasiun TV, bahwa “kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga oleh karena ada kesempatan, waspadalah, waspadalah!”. Nah, tutuplah kesempatan itu, jangan beri setan kesempatan untuk menggelincirkan kita. Berduaan tidak hanya terbatas pada suami dengan sekretaris perempuannya saja misalnya, tetapi juga antara istri dengan supir pribadinya yang pria. Perselingkuhan antara suami dengan sekretarisnya mungkin sudah sering kita dengar, tetapi secara akal sehat mungkin sangat sulit dicerna bahwa akan terjadi perselingkuhan antara sang nyonya dengan supirnya, tetapi hal ini bukan tidak mungkin terjadi, oleh karena sudah ada contoh-contohnya yang pernah terjadi, dan itulah buah dari tidak diindahkannya perintah.larangan yang telah digariskan olehNYA.